Abu bakar Ba'asyir sepertinya harus mendapatkan ujian yang bertubi-tubi. Sidang dipimpin ketua majelis hakim Herry Swantoro. Kali ini, Ba'asyir hadir di ruang sidang dengan didampingi tim pengacara. Tuntutan yang dibacakan pukul 13.05 itu disambut teriakan takbir berkali-kali oleh seratusan pendukung Ba'asyir, baik di dalam ruang sidang maupun halaman pengadilan.
Tuntutan jaksa itu berdasarkan keterangan sekitar 40 saksi. Jaksa tak mengakui keterangan Muzakir (63) dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Surakarta, Jawa Tengah, yang dihadirkan Ba'asyir sebagai ahli agama. Menurut jaksa, latar belakang yang bersangkutan tidak mencukupi sebagai ahli.
Jaksa menilai pelatihan bersenjata api oleh 40-an peserta di Aceh tergolong dalam terorisme. Untuk menguatkan penilaian itu, jaksa mengutip putusan majelis hakim untuk para terdakwa t*rorisme lain di pengadilan terpisah.
Menurut jaksa, Ba'asyir terbukti merencanakan atau menggerakkan orang lain serta dengan sengaja menyediakan atau mengumpulkan dana untuk kegiatan terorisme sesuai Pasal 14 Jo Pasal 11 UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Terorisme.
Pelatihan itu, dalam penilaian jaksa, direncanakan Ba'asyir bersama Dulmatin alias Yayah Ibrahim dalam pertemuan di salah satu ruko di dekat Pondok Pesantren Mukmin Ngruki Solo, Jawa Tengah, pada Februari 2009 . Pertemuan itu difasilitasi Ubaid atas arahan dari Dulmatin.
Mengenai pendanaan, sebagian dana yang terbukti dikumpulkan Ba'asyir yakni berasal dari dr Syarif Usman sebesar Rp 200 juta dan Hariyadi Nasution sebesar Rp 150 juta. Ba'asyir juga terbukti memberikan dana diantaranya sebesar Rp 5 juta, Rp 120 juta, dan 5.000 dollar AS untuk keperluan survei hingga pelatihan.
Selain itu, menurut jaksa, Ba'asyir terbukti pernah menonton rekaman video pelatihan militer yang dibawa oleh Ubaid. Rekaman yang sebagian berisi pelatihan menembak, bongkar pasang senjata api, dan latihan fisik itu dilihat di Kantor JAT Jakarta dan rumah Hariyadi Usman di Bekasi.
Dalam tuntutan, jaksa tak mengakui berbagai pernyataan Ba'asyir yang menyebut pelatihan militer di Aceh direncanakan oleh Ubaid dan Abu Tholud. Selain itu, pengakuan Ba'asyir bahwa ia tidak setuju dengan rencana itu lantaran JAT belum siap melakukan I'dad dengan senjata api, serta pengakuan tidak bisa melarang karena pelatihah itu adalah I'dad yang sesuai dengan perintah Allah.