



Albertus Christian K, periset dan analis senior PT Monex Investindo Futures mengatakan, potensi pelemahan rupiah hari ini salah satunya karena kekahawatiran geo politik di Asia. Menurutnya, para investor melihat risiko geopolitik Korea Utara-Korea Selatan setelah kemarin Korut membombardir salah satu kawasan perbatasan di Korea Selatan.
Albertus menandaskan, kelanjutan kekhawatiran itu juga masih terkait utang Eropa. Karena itu, rupiah masih akan mengalami tekanan. Sebab, dalam kondisi ini, terjadi pengalihan risiko atau risk aversion. "Rupiah akan bergerak dalam kisaran 8.920-8.980 per dolar AS," katanya kepada INILAH.COM, di Jakarta, Selasa (23/11).
Menurutnya, pelaku pasar akan mendiversifikasi portofolio mereka ke saham safe haven atau aset-aset keras seperti pertambangan batubara. "Karena itu, dari sisi ini, bisa jadi beberapa emiten di sektor tambang akan menguat," imbuhnya.
Tapi, lanjut Albertus, untuk mata uang rupiah akan lebih banyak tekanan ke bawah daripada tekanan ke atas. Namun, kondisi hanya akan berlaku untuk jangka pendek. Sebab, untuk jangka panjang, rupiah masih cenderung menguat. "Sebab, kondisi fundamental perekonomian RI masih positif seperti inflasi dan GDP," tandasnya.
Kurs rupiah di pasar spot valas antar bank Jakarta, Selasa (23/11) ditutup melemah 42 poin (0,47%) jadi 8.970/8.975 per dolar AS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar