Maulid Nabi Muhammad SAW sering kita rayakan, namun sebagain dari kita kurang bisa merasakan
hikmah maulid nabi tersebut. Entah apa karena kita sibuk dengan kepentingan dunia kita, pekerjaan kita atau karena kita kurang mencintai nabi muhammad SAW yang menjadi panutan umat muslim. Jurug.blogspot.com mencoba untuk mengajak pembaca sekalian mencari tahu
hikmah maulid nabi. Disetiap kita mengingat sosok Nabi Besar Muhammad SAW terutama di saat peringatan Maulid setiap tahun dimana sering deceritakan ulang tentang latar belakang beliau serta perjalanan hidup juga kesehariannya. Disaat itu pula kita menjadi semakin rindu dengan sosok beliau, apalagi ditengah kedangkalan akhlak serta budi pekerti yang merosot saat ini, kita sangat merindukan sosok pemimpin sebagaimana sosok bijaksana dari Nabi Muhammad.
Salah satu sikap mulia yang lekat dengan pribadi Nabi Muhammad adalah kejujuran dan tanggung jawab. Berkat dua hal itulah, Muhammad diganjar dengan julukan Al Amin oleh masyarakat setempat, baik pengikutnya maupun yang memusuhinya. Selain bakat kepemimpinan yang menonjol, sejak belia Nabi sudah terlibat gerakan moral Hilful Fudul atau sumpah keutamaan. Itulah gerakan demi membela keadilan dan kebenaran kepada siapa pun.
Jujur, berani menanggung risiko, dan bertanggung jawab itulah warisan mulia kepemimpinan Nabi yang mestinya ditauladani para pemimpin dan elite kita. Faktanya, amat susah menemukan elite kiita bersikap dan berperilaku mencontoh Nabi. Menemukan kejujuran saja misalnya, sudah sesulit mencari jarum dalam tumpukan jerami. Padahal, kejujuran saja belum cukup untuk menjadi modal bagi pemimpin.
Fakta sulitnya menemukan kejujuran itu berbanding terbalik dengan anjuran meneladani sikap dan perbuatan Nabi. Di mimbar-mimbar maupun dalam teks-teks tulisan, hampir saban waktu kita mendengar para pemimpin dan penganjur mengajak kita mencontoh sikap dan perilaku Muhammad.
Akan tetapi yang kita jumpai hari-hari ini justru kian lekatnya hipokrisi atas fakta yang sudah telanjang. Soal pro dan kontra penyebutan nama dalam pandangan akhir Pansus Angket Bank Century, misalnya, menunjukkan bahwa kejujuran masih terus dikalahkan oleh kepentingan sempit yang bersifat jangka pendek.
Mengapa sekadar menyebut nama yang dalam pokok perkara sudah terang-benderang dinyatakan bermasalah mesti diperdebatkan? Bukankah kalau ada kesalahan mesti ada nama yang bertanggung jawab? Menjadi pemimpin yang menempatkan Nabi Muhammad sebagai teladan mestinya berani mengambil risiko dan bertanggung jawab. Bukan sebaliknya, buang badan dan melemparkan tanggung jawab itu kepada anak buah. Bukan pula pemimpin yang gemar menyebut orang lain telah memfitnah, padahal yang hendak disuarakan oleh orang itu adalah kebenaran.
Maulid Nabi bukan sekadar peringatan untuk seruan. Maulid Nabi juga merupakan momentum untuk merenung dan mulai berbuat sesuai apa yang diajarkan dan diperbuat oleh Nabi. Untuk para pemimpin di negeri ini, Maulid Nabi mestinya menggerakkan mereka untuk jujur, berani mengambil risiko, dan bertanggung jawab.